- Surat Utang Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. SUN diterbitkan di pasar perdana dan pasar sekunder.
- Pasar Perdana adalah kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama kali.
- Pasar Sekunder adalah kegiatan perdagangan SUN yang telah dijual di Pasar Perdana.
- Lelang adalah proses membeli dan menjual barang atau jasa dengan cara menawarkan kepada penawar, dengan menawarkan tawaran harga teringgi dan kemudian menjual barang atau jasa kepada penawar harga tertinggi.
- Lelang SUN adalah proses menjual atau penerbitan SUN dalam hal ini kepada investor pada harga tertinggi, yang pembayaran bunga dan pokoknya dijamin oleh negara sesuai dengan masa berlakunya.
Surat Utang Negara terdiri atas:
- Surat Perbendaharaan Negara (SPN) yaitu berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto.
- Obligasi Negara, yaitu berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto.
Pihak yang berwenang menerbitkan SUN
adalah pemerintah pusat. Dalam penerbitan SUN, pemerintah terlebih dahulu
berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Penerbitan Surat Utang Negara harus
terlebih dahulu mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat pada saat pengesahan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Persetujuan tersebut diberikan atas nilai bersih maksimal SUN yang meliputi pembayaran semua kewajiban bunga dan pokok yang timbul sebagai
akibat penerbitan SUN yang akan diterbitkan dalam satu tahun
anggaran. Dalam keadaan tertentu, pemerintah dapat
menerbitkan SUN melebihi nilai bersih maksimal yang telah disetujui
DPR sebagaimana setelah mendapat persetujuan terlebih
dahulu dari DPR dan dilaporkan sebagai Perubahan APBN tahun yang bersangkutan. Pemerintah wajib membayar bunga dan
pokok setiap SUN pada saat jatuh tempo. Dana untuk membayar bunga
dan pokok disediakan dalam APBN setiap tahun sampai
dengan berakhirnya kewajiban tersebut. Dalam hal pembayaran kewajiban bunga
dan pokok yang melebihi perkiraan dana, pemerintah melakukan pembayaran dan
menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada DPR dalam
pembahasan Perubahan APBN.
Sejarah Lelang SUN
Pada awalnya, Pemerintah Orde Lama menerbitkan empat jenis obligasi negara ritel tahun 1946, 1950 dan 1959. Ketika keadaan politik dan situasi keamanan ibu kota Jakarta genting akibat serangan sekutu akhir 1945, pemerintah memutuskan memindahkan ibu kota negara ke Yogyakarta. Di kota kesultanan inilah, dirancang penerbitan obligasi nasional Republik Indonesia berjangka waktu 40 tahun. Dalam sebuah buku yang diterbitkan Bank Indonesia dipaparkan obligasi RI pertama itu diterbitkan bulan Mei 1946. Tujuannya, mengumpulkan dana masyarakat untuk perjuangan. Masyarakat kala itu antusias sekali membeli obligasi negara karena idealisme kemerdekaan yang masih tinggi. Dana hasil penerbitan obligasi nasional 1946 digunakan untuk membiayai sektor pertanian dan kerajinan rakyat. Konon, upaya tersebut sukses pula meredam inflasi.
Ketika terjadi
defisit hebat di tahun 1950, pemerintah mengambil kebijakan pengguntingan
uang. Separuh mata uang dipakai sebagai alat pembayaran, dan separuh lainnya
ditukar dengan obligasi pemerintah yang kemudian dinamakan Obligasi RI 1950. Sembilan tahun
kemudian, pemerintahan Presiden Soekarno kembali menerbitkan obligasi. Ada dua
obligasi yang didistribusikan ke rakyat di tahun 1959, yaitu Obligasi
Konsolidasi 1959, dan Obligasi Berhadiah 1959 senilai Rp 2 juta. Penerbitan
Obligasi Konsolidasi dilakukan untuk menggantikan uang rakyat yang dibekukan di
bank-bank pemerintah. Sementara Obligasi Berhadiah lebih bersifat sukarela
sebagai dana pembangunan. Obligasi Berhadiah
berjangka waktu 30 tahun ini yang kemudian banyak dibeli pemodal individu dalam
negeri. Pada tahun-tahun pertama, Obligasi Berhadiah lancar memberikan kupon
tiap tahun kepada pemiliknya.
Namun lama kelamaan, karena bentuknya masih fisik dan sudah berpindah-pindah tangan, keberadaan obligasi-obligasi ini tidak jelas lagi. Salah seorang cucu pemilik Obligasi Berhadiah 1950 menyebutkan, lama kelamaan obligasi negara ini tak bisa diuangkan. Ia mewarisi beberapa lembar obligasi dari sang Ayah yang juga mewarisinya dari sang kakek. Hingga Obligasi tahun 1950 jatuh tempo tahun 1980-an, tidak ditemukan data akurat siapa saja pemiliknya. Dana pengembaliannya pun saat jatuh tempo tak tersosialisasi dengan baik. Banyak yang akhirnya memvonis obligasi-obligasi negara Orde Lama itu default alias gagal menebus kembali utangnya kepada rakyat.
Namun lama kelamaan, karena bentuknya masih fisik dan sudah berpindah-pindah tangan, keberadaan obligasi-obligasi ini tidak jelas lagi. Salah seorang cucu pemilik Obligasi Berhadiah 1950 menyebutkan, lama kelamaan obligasi negara ini tak bisa diuangkan. Ia mewarisi beberapa lembar obligasi dari sang Ayah yang juga mewarisinya dari sang kakek. Hingga Obligasi tahun 1950 jatuh tempo tahun 1980-an, tidak ditemukan data akurat siapa saja pemiliknya. Dana pengembaliannya pun saat jatuh tempo tak tersosialisasi dengan baik. Banyak yang akhirnya memvonis obligasi-obligasi negara Orde Lama itu default alias gagal menebus kembali utangnya kepada rakyat.
Namun, menurut
Rahmat Waluyanto, Direktur Direktorat Pengelolaan Surat Utang Negara Kementerian Keuangan, pemerintah pernah menganggarkan dana untuk membayar pokok
obligasi-obligasi negara yang diterbitkan zaman Orde Lama. "Pemerintah
pernah mengumumkan akan melunasi obligasi negara yang masih outstanding sekitar tahun 1980 dengan Masa pelunasan lima tahun. Setelah lewat lima tahun bersifat kadaluwarsa.
Tetapi karena waktu itu mungkin sarana komunikasi, informasi masih terbatas, terutama masyarakat yang di luar Jawa banyak yang tidak tahu, sampai sekarang
banyak yang tidak mencairkan.
Kelemahan obligasi negara yang diterbitkan pemerintah 60 tahun yang lalu, lanjutnya, tidak dijamin undang-undang. Berbeda dengan saat ini. Pemerintah menerbitkan surat utang negara baik untuk institusi maupun ritel, dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara. "Kini pemilik obligasi negara Indonesia, memperoleh jaminan pembayaran bunga dan pokok obligasi dari negara," papar Rahmat.
Kelemahan obligasi negara yang diterbitkan pemerintah 60 tahun yang lalu, lanjutnya, tidak dijamin undang-undang. Berbeda dengan saat ini. Pemerintah menerbitkan surat utang negara baik untuk institusi maupun ritel, dengan payung hukum Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara. "Kini pemilik obligasi negara Indonesia, memperoleh jaminan pembayaran bunga dan pokok obligasi dari negara," papar Rahmat.
Latar Belakang SUN
Surat Utang Negara yang kita kenal
saat ini berawal dari adanya dampak krisis ekonomi dan moneter yang pernah
melanda Indonesia. Krisis yang terjadi pada tahun 1997 tersebut telah
memberikan dampak yang sangat luas terhadap berbagai sektor khususnya perbankan
yang semakin terpuruk. Sebagaimana ditulis Majalah Anggaran No.79 Tahun 2002,
pada kuartal keempat tahun 1998, neraca gabungan bank-bank umum menunjukkan
bahwa sektor ini mengalami in-solvabilitas yang ditunjukkan capital
equity sebesar negatif Rp. 28,5 trilliun pada akhir Oktober 1998 dan
negatif Rp. 244,6 triliun pada akhir Maret 1999.
Untuk menyelamatkan sektor perbankan
dari systemic insolvency, maka Pemerintah saat itu memutuskan untuk
melaksanakan program restrukturisasi dan rekapitalisasi perbankan dengan
menerbitkan surat utang kepada Bank Indonesia untuk keperluan program
penjaminan (termasuk pengalihan hak BLBI) dengan nilai nominal sebesar Rp.
218,3 triliun dan menerbitkan obligasi negara kepada bank-bank umum dalam
rangka rekapitalisasi perbankan berjumlah Rp. 422,6 triliun. Sejak saat itulah
secara konsisten Pemerintah menerbitkan SUN sampai dengan saat
ini.
Dalam perkembangan selanjutnya,
SUN merupakan salah satu instrumen sumber pembiayaan anggaran
manakala terjadi defisit pada APBN. APBN sampai saat ini masih mengalami defisit
yang menggambarkan bahwa pengeluaran Negara masih lebih besar dibanding dengan
pendapatannya. Kebutuhan pembiayaan anggaran untuk menutup defisit
tersebut, baik secara nominal maupun rasionya terhadap PDB terus mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun.
Tujuan Lelang SUN
Tujuan penerbitan Surat Utang Negara adalah sebagai berikut:
- membiayai defisit APBN
- menutup kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus kas penerimaan dan pengeluaran dari Rekening Kas Negara dalam satu tahun anggaran. Agar kegiatan-kegiatan dan/atau proyek yang telah ditetapkan di dalam APBN tidak mengalami hambatan, penerbitan SUN berjangka pendek (Surat Perbendaharaan Negara) digunakan untuk menutup kekurangan kas tersebut. Apabila penerimaan yang direncanakan tersebut terealisasi, dananya digunakan untuk menebus kembali Surat Perbendaharaan Negara tersebut
- mengelola portofolio utang negara.
Jika suatu saat APBN mengalami
defisit, maka salah satu sumber pembiayaannya adalah penerbitan SUN. Pilihan atas Surat Utang Negara sebagai sumber dari berbagai sumber
pembiayaan lainnya harus didasarkan atas perhitungan yang cermat yang dapat
meminimalkan biaya utang pada anggaran negara. Manajemen portofolio utang negara
bertujuan untuk meminimalkan biaya bunga utang pada tingkat risiko yang dapat
ditoleransi. Untuk itu, portofolio utang negara terutama portofolio Surat Utang
Negara harus dilakukan secara efisien berdasarkan praktek-praktek yang berlaku
umum di berbagai negara. Manajemen portofolio dimaksud meliputi penerbitan, pembelian kembali sebelum jatuh tempo (buyback), dan pertukaran (bond
swap) sebagian SUN yang beredar.
Kendala lelang SUN
- Melemahnya perekonomian negara, dengan keadaan ekonomi negara yang kurang stabil membuat investor enggan untuk melakukan investasi salah satunya sulitnya lelang SUN. Hal ini karena dalam kondisi ekonomi yang lemah investor berasumsi bahwa kemampuan pemerintah untuk membayar kembali pokok dan bunga dari surat utang tersebut sangat kecil.
- Fluktuasi Kurs.
Referensi:
- Kementerian Keuangan
- Wikipedia
Jangan merusak apa yang kau miliki sekarang dengan mengejar sesuatu yang tidak mungkin kau miliki. Sebab, apa yang ada padamu saat ini bisa jadi merupakan salah satu dari banyak hal yang paling kau impikan.
Related post:
Implementasi Sunset Policy
Dana Desa Katalisator Pembangunan Indonesia
Incremental Budgeting (Traditional Budgeting)
Latar Belakang dan Highlight (Ringkasan) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara
Persamaan dan Perbedaan UU SUN dengan UU SBSN
Peran Surat Utang Negara (SUN) dalam Pembiayaan
Contoh Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR)
Faktor-Faktor Penyebab Fluktuatif Harga Saham
SUN dan Perbandingannya dengan Instrumen Lain
Latar Belakang Lahirnya PP Nomor 10 Tahun 2011
Desentralisasi Fiskal, Sudah Tepatkah?
Peranan Pajak dalam Pemerintahan Indonesia
Mengupas Kebijakan Tax Amnesty
No comments:
Post a Comment
1. Mohon cantumkan sumber jika mengutip artikel
2. Share jika bermanfaat
3. Kritik, saran, dan pertanyaan Saudara sangat saya harapkan