Dimana ada pemerintahan, maka di situ juga ada kebutuhan anggaran. Mungkin
kalimat itu bisa dipakai untuk menggambarkan keadaan sekarang ini. Semua
pemimpin-pemimpin negara semakin berpikir keras untuk mencari cara dalam
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Dari hasil pemikiran-pemikiran itu maka
terlahir sesuatu yang biasa disebut dengan kebijakan. Namun, untuk
merealisasikan suatu kebijakan apalagi bila kebijakan yang dihasilkan semakin
banyak, tidak bisa dilakukan secara instan karena dibutuhkan sejumlah besar
pendanaan. Tanpa adanya dana, maka mustahi suatu pemerintahan dapat
berjalan dengan baik. Banyak hal yang
dapat dijadikan sumber pendanaan, salah satunya pajak. Sejak zaman kerajaan dahulu kala, banyak raja yang telah menerapkan sistem
pemungutan pajak yang dinamakan upeti kepada raja yang hasilnya akan
digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan kerajaan. Setiap rakyat wajib
menyetorkan sebagian besar kekayaan atau harta yang dimilikinya sebagai upeti. Orang yang tidak mau menyetorkan upeti akan mendapat hukuman bahkan tidak
jarang disiksa. Jika kita lihat dari definisi di atas maka pajak pada dasarnya
sama dengan upeti, yaitu bersifat memaksa dan pembayar pajak maupun upeti tidak
akan mendapat imbalan secara langsung.
Di dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang KUP pasal 1 tertulis bahwa “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di pasal tersebut jelas tertulis bahwa pajak digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sekarang kita lihat di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia, dimana pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar. Hal tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi terjadi juga pada seluruh negara di dunia ini. Hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah bagaimana realisasi penerimaan pajak tersebut. Ternyata faktanya realisasi penerimaan pajak yang direncanakan belum maksimal. Yang menjadi pertanyaan adalah “Mengapa realisasi penerimaan pajak belum bisa maksimal?” Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang tidak rela memberikan sebagian hartanya secara cuma-cuma dan cenderung menghindar untuk membayar pajak. Masyarakat merasa tidak mendapatkan manfaat atas pajak yang mereka bayarkan. Maka “Apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah untuk menarik minat masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak?” Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, kita harus menjawab satu pertanyaan berikut “Mengapa sistem perpajakan haruslah diarahkan pada kepuasan dari sudut pandang para individu?” Karena individu adalah subjek yang menjadi wajib pajak, maka pemungutan pajak tersebut harus memberikan hasil atau manfaat yang benar-benar nyata bagi diri individu. Jika individu merasa tidak ada gunanya setelah mereka melaksanakan kewajiban pajaknya, maka hal tersebut akan menyebabkan individu enggan untuk membayar pajaknya. Selanjutnya kita cari jawaban dari pertanyaan sebelumnya. Pemerintah harus menunjukkan bahwa ada suatu hasil dari pengelolaan pajak yang diperoleh pemerintah dari wajib pajak, dengan begitu pemerintah bisa menarik minat masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya membayar pajak.
Kesimpulannya adalah kita sebagai warga negara yang baik harus turut serta membantu pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Salah satu caranya adalah sesuai dengan yang telah dijelaskan di atas yaitu membayar pajak karena untuk melaksanakan segala sesuatu pasti dibutuhkan dana. Tanpa adanya dana, maka mustahil lahir sebuah negara yang sejahtera dan baik. Namun, kita juga harus pro aktif dalam mengawasi pemerintah agar menggunakan dana yang telah kita setorkan dengan sebaik-baiknya. Sebaik-baiknya rakyat adalah yang mau mengawasi dan membantu pemerintah dan sebaik-baiknya pemerintah adalah yang mau dikoreksi dan berorientasi pada kesejahteraan rakyatnya
Source:
Tim Penyusun BPPK. 2005. Pengantar Keuangan
Publik. Cetakan 1. Jakarta: LPKPAP PRESS.
You cannot escape the responsibility of tomorrow by evading it today.
Related post:
No comments:
Post a Comment
1. Mohon cantumkan sumber jika mengutip artikel
2. Share jika bermanfaat
3. Kritik, saran, dan pertanyaan Saudara sangat saya harapkan