Definition List

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. - Pramoedya Ananta Toer

Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Pendahuluan

Asumsi dasar ekonomi makro adalah indikator utama ekonomi makro yang digunakan sebagai acuan dalam menyusun postur APBN. Asumsi dasar ekonomi makro (ADEM) disusun mengacu pada sasaran-sasaran pembangunan jangka menengah yang terdapat pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) maupun sasaran-sasaran tahunan yang terdapat pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Selain itu, asumsi dasar ekonomi makro APBN juga disusun dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi domestik maupun global agar asumsi yang digunakan dapat merepresentasikan kondisi perekonomian terkini.

Saat ini, asumsi dasar ekonomi makro terdiri atas 6 indikator utama yaitu (i) pertumbuhan ekonomi, (ii) inflasi, (iii) nilai tukar rupiah terhadap dolar US, (iv) suku bunga SPN 3 bulan, (v) harga minyak mentah Indonesia (Indonesia’s Crude Price/ICP), (vi) lifting minyak Indonesia (vii) lifting gas. Besaran angka masing-masing jenis Pendapatan Negara, Belanja Negara dan Pembiayaan Anggaran dihitung berdasarkan pada indikator asumsi dasar ekonomi makro yang terkait dan juga parameter-parameter pendukung lainnya.

Perumusan asumsi dasar ekonomi makro dalam rangka penyusunan RAPBN melibatkan berbagai pihak sebagai pemangku kepentingan, baik dari sisi (1) Pemerintah maupun (2) Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Proses perumusan  asumsi dasar ekonomi makro dilakukan melalui rapat koordinasi yang dilakukan secara intensif antara pihak Pemerintah (Kementerian Keuangan, Bappenas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pusat Statistik, dan Bank Indonesia). Koordinasi juga dilakukan dalam rangka pemantauan dan evaluasi realisasi asumsi dasar ekonomi makro sehingga apabila diperlukan, asumsi dasar ekonomi makro dapat diusulkan untuk disesuaikan melalui mekanisme APBN Perubahan.

Cara Menentukan Nilai Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang menjadi asumsi dasar ekonomi makro merupakan sasaran pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai pada suatu kurun waktu tertentu. Kementerian Keuangan, Bappenas, dan BPS merupakan tiga istitusi pemerintah yang terlibat dalam menentukan target pertumbuhan ekonomi di dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN dan tentunya dengan memperhatikan masukan dari Bank Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi yang digunakan adalah persentase perubahan dari nilai PDB riil (PDB harga konstan), untuk melihat perubahan yang terjadi pada output riil yang terjadi dari waktu ke waktu di dalam suatu perekonomian. PDB konstan adalah nilai PDB yang dihitung berdasarkan harga pada tahun dasar tertentu. Dengan kata lain PDB harga konstan tidak memperhitungkan perubahan harga yang terjadi dan perubahan nilai PDB merupakan perubahan tingkat produksi/output. PDB. Dalam bentuk rumusan, pertumbuhan ekonomi  dapat ditulis sebagai berikut:

Berdasarkan periode waktu yang digunakan, data pertumbuhan ekonomi dapat disajikan dalam 3 pendekatan sebagai berikut:

Pertumbuhan ekonomi triwulan ke triwulan (quarter to quarter – q to q)

Pertumbuhan ekonomi (atas dasar harga konstan) yang dihitung dengan membandingkan nilai PDB pada triwulan tertentu dengan nilai PDB triwulan sebelumnya. Sebagai contoh pertumbuhan ekonomi triwulan I 2015 (q to q) yaitu persentase perubahan nilai PDB triwulan I tahun 2015dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2014.

Pertumbuhan ekonomi tahun ke tahun (year on year)

Pertumbuhan ekonomi (atas dasar harga konstan) yang dihitung dengan membandingkan nilai PDB pada periode tertentu dengan nilai PDB periode yang sama tahun sebelumnya-sebelumnya. Sebagai contoh pertumbuhan ekonomi triwulan I 2012 (yoy) yaitu persentase perubahan nilai PDB triwulan I tahun 2015 dibandingkan dengan triwulan I tahun 2014.

Pertumbuhan ekonomi kumulatif ke kumulatif (cumulative to cumulative)

Pertumbuhan ekonomi (atas dasar harga konstan) yang dihitung dengan membandingkan nilai kumulatif PDB pada periode tertentu dengan nilai PDB kumulatif periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sebagai contoh pertumbuhan ekonomi triwulan III 2015 (c to c) yaitu persentase perubahan nilai PDB triwulan I s.d III tahun 2015 dibandingkan dengan triwulan I s.d III tahun 2014.

Inflasi

Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Berdasarkan international best practice Indikator inflasi dapat menggunakan 2 indikator sebagai berikut:

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Deflator Produk Domestik Bruto (PDB)

Menggambarkan pengukuran level harga barang akhir (final goods) dan jasa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.
Indikator inflasi yang digunakan pada asumsi dasar ekonomi makro APBN yaitu tingkat inflasi yang dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen dalam skala tahunan (yoy). Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan berkoordinasi bersama Bank Indonesia dalam menentukan besaran  inflasi yang akan digunakan di dalam asumsi dasar ekonomi makro APBN. Tentunya asumsi inflasi di dalam APBN sejalan dengan Inflation Targeting Framework yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sementara itu, data realisasi Inflasi IHK menggunakan publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) yang diterbitkan setiap awal bulan.

Suku Bunga SPN 3 Bulan

Asumsi suku bunga yang digunakan dalam APBN adalah acuan tingkat imbal jasa atau kompensasi atas utang Pemerintah. Acuan tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat bunga mengambang seri variable rate yang dihasilkan dari proses lelang, sebagai representasi beban bunga utang tahun berjalan. Awal penggunaan asumsi tingkat suku bunga yaitu pada saat adanya utang dalam negeri pemerintah khususnya kepada Bank Indonesia (obligasi rekap BI). Sebagai acuan tingkat suku bunga variable rate adalah tingkat suku bunga hasil lelang SBI 3 dan berlaku sampai dengan tahun 2010.

Sejak bulan November 2010 sampai dengan Maret 2011, Bank Indonesia tidak lagi menyelenggarakan lelang SBI 3 bulan sehingga tingkat suku bunga acuan (reference rate) untuk seri variable rate sebagai respon kebijakan preventif dalam menghadapi arus dana spekulasi jangka pendek. Dengan demikian, sejak tahun 2011 asumsi tingkat suku bunga APBN menggunakan yield Surat Perbendahaaan 3 bulan (SPN 3 bulan) yang memiliki sistem pelelangan dalam menentukan suku bunga sama dengan sistem pelelangan SBI 3 bulan. Namun, perbedaannya SPN 3 bulan tersebut bukan instrumen kebijakan moneter sebagaimana SBI 3 bulan.


Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD

Angka asumsi dasar nilai tukar rupiah yang digunakan dalam APBN adalah angka rata-rata kurs tengah (kurs rata-rata dari kurs beli dan kurs jual) harian nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat (AS) selama tahun berjalan (Januari sampai dengan Desember).
Berikut ini beberapa jenis kurs  yang digunakan sebagai indikator:
  • Kurs jual, adalah kurs yang dipakai apabila bank menjual valuta asing kepada nasabahnya.
  • Kurs beli, adalah kurs yang dipakai pada saat bank membeli Valuta asing dari nasabahnya.
  • Kurs Tengah, adalah kurs yang ditetapkan berdasarkan kurs beli dan kurs jual dibagi dua. Gunanya untuk mendapatkan kurs untuk perhitungan-perhitungan yang bersifat umum.
  • Rata-rata nilai kurs bulanan adalah jumlah nilai kurs tengah dalam periode 1 bulan dibagi dengan jumlah periode waktu selama 1 bulan.
  • Rata-rata nilai kurs tahunan adalah jumlah rata-rata nilai kurs tengah bulanan selama 1 tahun dibagi dengan jumlah periode waktu 12 bulan.
Perkembangan nilai tukar dipengaruhi antara lain oleh:

Faktor  permintaan dan penawaran di pasar

  • Apresiasi adalah peningkatan nilai mata uang yang diukur berdasarkan peningkatan jumlah mata uang asing yang dapat dibeli.
  • Depresiasi adalah penurunan nilai mata uang yang diukur berdasarkan penurunan jumlah mata uang asing yang dapat dibeli.

Faktor  kebijakan

  • Revaluasi adalah kebijakan untuk menaikkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain.
  • Devaluasi adalah kebijakan untuk menurunkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain.

Harga Minyak Mentah Indonesia

Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) merupakan dasar monetisasi harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (satuan yang digunakan adalah USD per barel) yang penetapannnya dilakukan setiap bulan oleh Kementerian ESDM. Angka asumsi dasar harga minyak mentah yang digunakan dalam APBN adalah harga rata-rata ICP selama satu periode tahun berjalan.
Penetapan ICP oleh Kementerian ESDM dilakukan berdasarkan 4 prinsip utama yaitu:
  • Fairness & transparency (jelas, obyektif dan tranparan);
  • International Competitiveness (dapat bersaing dengan harga minyak mentah dari kawasan atau negara lain);
  • Stability (formula relatif stabil dan ICP yang dihasilkan dari formula tidak berfluktuatif);
  • Continuity (diberlakukan dalam periode yang cukup panjang selalu mengikuti perkembangan harga pasar minyak mentah internasional, dan formula ICP akan dievaluasi secara berkala).
ICP dipengaruhi oleh kondisi pasar minyak internasional seperti harga minyak mentah dunia lainnya. Kondisi pasar minyak internasional dimaksud yaitu:
  • Faktor Fundamental. Faktor yang dipengaruhi mekanisme penawaran (produksi, stok, kondisi kilang, fasilitas pipa, dan kebijakan produksi) dan permintaan (tingkat pertumbuhan ekonomi, kebutuhan, musim, dan ketersediaan teknologi sumber tenaga alternatif).
  • Faktor non fundamental. Faktor lain di luar mekanisme penawaran dan permintaan, seperti kekhawatiran pasar akibat gangguan politik, keamanan, dan aksi spekulasi di pasar minyak.

Lifting Minyak dan Gas

Lifting minyak bumi adalah tingkat produksi minyak mentah dan atau gas bumi yang siap untuk dijual atau di bagi di titik penyerahan (custody transfer point atau point of sales). Sedangkan produksi minyak adalah total produksi minyak dari perutbumi yang beberapa bagiannya ada yang dipakai untuk kegiatan eksplorasi minyak bumi lagi, sehingga tidak seluruhnya digunakan untuk proses selanjutnya. Jadi bisa dikatakan juga bahwa lifting minyak bumi adalah total produksi dikurangi minyak yang dipakai lagi untuk di eksplorasi. Angka lifting minyak mentah yang digunakan sebagai asumsi dasar ekonomi makro APBN adalah angka rata-rata dari realisasi bulanan lifting minyak perhari selama periode satu tahun berjalan (Januari sampai Desember).

Asumsi lifting minyak dalam APBN digunakan sebagai dasar perhitungan penerimaan PNBP migas. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta BP Migas merupakan institusi yang terlibat dalam penetapan asumsi dasar lifting minyak. Selain diproduksi untuk dijual (lifting), produksi minyak mentah Indonesia digunakan untuk kegiatan operasional sebagai pembangkit energi, persediaan di kilang operasi atau kilang penampungan.
Satuan yang digunakan untuk mengukur lifting minyak, yaitu:
  • Ribu barel per hari atau MBOPD (Thousand Barrels Oil Per Day) atau MBCD (Thousand Barrels Crude per Day).
  • Juta barel per hari atau MMBOPD (Million Barrels Oil Per Day) atau MMBCD (Million  Barrels Crude per Day).

PENGARUH ADEM TERHADAP APBN

Perubahan atas sejumlah asumsi dasar ekonomi makro akan mempengaruhi pos-pos di dalam postur APBN. Pengaruh tersebut dapat dapat bersifat positif (searah) atau bersifat negatif (berlawanan arah) sebagaimana ditunjukkan pada Tabel berikut.

 

Pertumbuhan Ekonomi

Inflasi

Kurs

SPN 3 bulan

ICP

Lifting Minyak

A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH

+

+

+

+

+

+

0

0

+

+

+

+

I.     PENERIMAAN DALAM NEGERI

+

+

+

0

+

+

1.      PENERIMAAN PERPAJAKAN

+

+

+

0

+

+

a.   Paj

ak Dalam Negeri

+

+

+

0

+

+

1)

Pajak Penghasilan

+

+

+

0

+

+

 

-     PPh Non-Migas

+

+

0

0

0

0

 

-     PPh Migas

0

0

+

0

+

+

2)

Pajak pertambahan nilai

+

+

0

0

0

0

3)

Pajak bumi dan bangunan

+

0

0

0

0

0

4)

BPHTB

0

0

0

0

0

0

5)

Cukai

+

+

0

0

0

0

6)

Pajak lainnya

+

+

0

0

0

0

b.

Pajak Perdagangan Internasional

0

0

+

0

0

0

 

1)    Bea masuk

0

0

+

0

0

0

 

2)    Bea Keluar

0

0

0

0

0

0

2.      PE

NERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

0

0

+

0

+

+

b.

Bagian Laba BUMN

+

+

0

0

0

0

II.   PENERIMAAN HIBAH

0

0

0

0

0

0

B. BELANJA NEGARA

+

+

+

+

+

+

I.     BELANJA PEMERINTAH PUSAT

0

+

+

+

+

0

1. Belanja Pegawai

0

+

+

0

0

0

2. Belanja Barang

0

+

0

0

0

0

3. Belanja Modal

0

+

0

0

0

0

4. Pembayaran Bunga Utang

0

0

+

+

0

0

5. Subsidi

0

+

+

0

+

0

II.   TRANSFER KE DAERAH

+

+

+

0

+

+

1.      Dana Perimbangan

+

+

+

0

+

+

2.      Dana Otonomi Khusus dan Peny.

+

+

+

0

+

+

D. SURPLUS/ (DEFISIT) ANGGARAN (A - B)

+

+

-

-

-

+

% Defisit Terhadap PDB

0

0

0

0

0

0

E.  PEMBIAYAAN (I + II)

0

0

-

0

0

0

I.     PEMBIAYAAN DALAM NEGERI

0

0

-

0

0

0

1.      Perbankan dalam negeri

0

0

0

0

0

0

2.      Non-perbankan dalam negeri

0

0

-

0

0

0

II.   PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto)

0

0

-

0

0

0

1.      Penarikan Pinjaman LN (bruto)

0

0

-

0

0

0

2.      Penerusan Pinjaman (SLA)

0

0

0

0

0

0

3.      Pembyr. Cicilan Pokok Utang LN

0

0

-

0

0

0


Keterangan:
  • tanda positif ( + ):   asumsi dasar ekonomi makro mempengaruhi secara positif
  • tanda negatif ( - ):  asumsi dasar ekonomi makro mempengaruhi secara negatif
  • tanda ( 0 ):  asumsi dasar ekonomi makro tidak berpengaruh secara langsung


It takes far more energy and work to improve
from incompetence to mediocrity
than it takes to improve
from first-rate performance to excellence
-Peter Drucker-


Related Post:

No comments:

Post a Comment

1. Mohon cantumkan sumber jika mengutip artikel
2. Share jika bermanfaat
3. Kritik, saran, dan pertanyaan Saudara sangat saya harapkan