ABSTRAK
Dana Otonomi Khusus sebagai bagian dari dana
desentralisasi sangat penting dalam mengatasi kesenjangan fiskal antar daerah. Dengan
pelaksanaan desentralisasi maka daerah mendapat kesempatan memperoleh bantuan
keuangan dari pemerintah pusat, tinggal bagaiman daerah dapat memaanfaatkan
dana melalui kinerja yang baik. Termasuk juga pengelolaan dana otonomi khusus
oleh Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Karena jika dana otonomi khusus
dapat dikelola dengan baik maka pembangunan di Provinsi Papua dan Provinsi
Papua Barat akan terlaksana dengan baik serta akan meningkatkan perekonomian
daerah. Oleh karena itu penulis ingin menguji pelaksanaan pengelolaan dana
otonomi khusus pada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Berdasarkan hasil olah data, dapat diketahui
bahwa pelaksanaan pengelolaan dana otonomi khusus oleh Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat belum dilakukan dengan maksimal. Prinsip efisien, efektif
dan ekonomis belum dapat terlaksana pada pengelolaan dana otonomi khusus
tersebut. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor internal maupun faktor
eksternal.
Kata kunci: dana otonomi khusus
Provinsi Papua, dana otonomi khusus Provinsi Papua Barat, desentralisasi.
ABSTRACT
Special autonomy fund as part of the funds
decentralization very important to resolve fiscal gap between areas. With
decentralization then the area have the opportunity to obtain financial assistance
from the central government, how the area can be take advantage funds through
the good boarding cost. Also included special autonomy fund management by the
Province of Papua and the Province of West Papua. Because if special autonomy
funds can be good managed then development in Papua and West Papua Province
will be done well and will improve area economy. Therefore researcher want to test
execution management based on the findings of data processing, can be known
that the implementation of special autonomy fund on Province of Papua and
Province of West Papua.
Based on the finding of data processing, can be
known that the implementation of special autonomy fund management by the
Province of Papua and the Province of West Papua not maximum yet. The principle
of the process is efficientn effective, and economies can’t be done on the
special autonomy fund management. It is cause by several factors external and
internal.
Keyword: special autonomy fund of Papua Province
, special autonomy fund of West Papua Province, Decentralization.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Berbagai
kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik
belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, belum sepenuhnya memungkinkan
tercapainya kesejahteraan rakyat, belum sepenuhnya mendukung terwujudnya
penegakan hukum, dan belum sepenuhnya menampakkan penghormatan terhadap Hak
Asasi Manusia (HAM) di Provinsi Papua, khususnya masyarakat Papua. Kondisi
tersebut mengakibatkan terjadinya kesenjangan pada hampir semua sektor
kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kebudayaan dan
sosial politik. Dana Otonomi Khusus
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perekonomian dan mempercepat
pembangunan pada daerah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Dalam rangkan
mengurangi kesenjangan fiscal antar daerah maka Pemerintah Pusat mengalokasikan
dana otonomi khusus melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pengalokasian dana otonomi khusus ini mengharuskan Pemerintah Provinsi Papua
dan Pemerintah Provinsi Papua Barat untuk mengelola sendiri dana tersebut.
Maka dari hal tersebut Pemerintah Daerah
Provinsi Papua dan Papua Barat dituntut untuk lebih bijaksana dalam mengelola
dana otonomi khusus tersebut. Selain itu, Pemerintah Daerah penerima dana
otonomi khusus juga dituntut untuk bisa memanfaatkan dana otonomi khusus
tersebut semaksimal mungkin, dengan kata lain dikelola secara efektif. Seperti
yang sudah tertera sebelumnya, dana otonomi khusus hanya dialokasikan kepada
dua daerah, yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Dengan dana otonomi
khusus tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap
perekonomian dan pembangunan di daerah Provinsi Papua dan Papua Barat.
Alasan penulis memilih dana otonomi khusus
sebagai objek penulisan dikarenakan dana otonomi khusus yang dialokasikan hanya
untuk Provinsi Papua dan Papua Barat, serta Provinsi Papua dan Papua Barat yang
masih menjadi daerah paling tertinggal di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).Hal inilah yang menyebabkan Pemerintah harus memberikan perhatian lebih
kepada Provinsi Papua dan Papua Barat agar terciptanya kesenjangan fiscal dan
ekonomi yang kecil.
Maka untuk menunjang hal di atas, Pemerintah
Pusat harus membuat suatu kebijakan-kebijakan yang baik. Karena dengan hal
tersebut akan menciptakan pemerataan kemampuan fiscal dan ekonomi di Indonesia.
Rumusan Masalah Penelitian
- Apakah dana otonomi khusus sudah berlaku efektif dalam mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah Provinsi Papua?
- Apakah dana otonomi khusus sudah berlaku efektif dalam mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah Provinsi Papua Barat?
- Apakah dampak dari pengalokasian dana otonomi khusus terhadap daerah penerima?
Metode Penelitian
Desain Penelitian dan Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kuantitatif dan kualitatif, dan terdiri dari satu variable bebas yaitu dana otonomi khusus. Lokasi penelitian ini dilakukan pada daerah penerima dan otonomi khusus, yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah laporan alokasi dana
otonomi khusus Provinsi Papua periode 2007 sampai dengan 2015 dan provinsi
Papua Barat periode 2009 sampai dengan 2015.
Jenis Data
- Data kualitatif penelitian ini adalah gambaran umum kondisi perekonomian Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dari tahun ke tahun.
- Data kuantitatif penelitian ini adalah alokasi dana otonomi khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Kajian Pustaka
Pengertian
Dana otonomi khusus Provinsi Papua dan Papua Barat adalah dana yang digunakan untuk menjalankan kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar msyarakat Papua dan Papua Barat. Selain Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dana otonomi khusus juga dialokasikan kepada Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Namun Penulis kali ini akan berfokus pada pembahasan dana otonomi khusus untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Dana otonomi khusus merupakan bagian dari pelaksanaan desentralisasi. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi tersebut, maka pemerintah daerah juga dituntut untuk memiliki kemampuan yang mumpuni dalam mengelola daerahnya masing-masing. Begitu juga halnya dengan Provinsi Papua dan Papua Barat yang harus mampu mengelola dana otonomi khusus yang dialokasikan kepada mereka. Jika tidak dikelola dengan baik maka akan menghasilkan ketidakefektifan, ketidakefisienan, dan ketidakekonomisan.Keputusan
politik penyatuan Papua menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
pada hakikatnya mengandung cita-cita luhur. Namun,
masih ada beberapa masalah berupa pelanggaran HAM, pengabaian hak-hak dasar
penduduk, dan perbedaan pendapat mengenai sejarah penyatuan Papua ke dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pelanggaran HAM, pengabaian hak-hak dasar penduduk asli dan adanya
perbedaan pendapat mengenai sejarah penyatuan Papua ke dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah masalah-masalah yang perlu diselesaikan. Upaya
penyelesaian masalah tersebut selama ini dinilai kurang menyentuh akar masalah
dan aspirasi masyarakat Papua, sehingga memicu berbagai bentuk kekecewaan dan
ketidakpuasan.
Momentum
reformasi di Indonesia memberi peluang bagi timbulnya pemikiran dan kesadaran
baru untuk menyelesaikan berbagai permasalahan besar bangsa Indonesia dalam
menata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Sehubungan dengan
itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia menetapkan perlunya pemberian
status Otonomi Khusus kepada Provinsi Irian Jaya sebagaimana diamanatkan dalam
Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
Tahun 1999-2004 Bab IV huruf (g) angka 2. Dalam Ketetapan MPR RI Nomor
IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah,
yang antara lain menekankan tentang pentingnya segera merealisasikan Otonomi
Khusus tersebut melalui penetapan suatu undang-undang otonomi khusus bagi
Provinsi Irian Jaya dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Hal ini merupakan
suatu langkah awal yang positif dalam rangka membangun kepercayaan rakyat
kepada Pemerintah, sekaligus merupakan langkah strategis untuk meletakkan
kerangka dasar yang kukuh bagi berbagai upaya yang perlu dilakukan demi tuntasnya
penyelesaian masalah-masalah di Provinsi Papua. Oleh karena itu, pemerintah
mengeluarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua. Kemudian pada tahun 2003 Provinsi Irian Jaya atau Papua terbagi
menjadi dua yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Lalu diterbitkanlah Undang-undang
Nomor 35 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001
tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang menjadi awal perubahan dana
otonomi khusus dialokasikan untuk Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Berikut perbedaan antara otonomi daerah dengan otonomi khusus
Penulis
ingin meneliti apakah pengelolaan dana otonomi khusus tersebut sudah dilakukan
dengan baik dan memberikan dampak yang positif bagi daerah penerima, baik pada
Provinsi Papua sebelum dan sesudah terbagi menjadi dua Provinsi, juga pada Provinsi
Papua Barat. Jika pengelolaan dana otonomi khusus tersebut sudah dilakukan dengan
baik, apa dampak yang telah dihasilkan dan jika pengelolaan dana otonomi belum
dilakukan dengan baik, apa yang menyebabkan hal tersebut. Besaran dana otonomi
khusus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat adalah 2 persen dari Dana Alokasi
Umum Nasional, dimana pengalokasiannya dibagi lagi menjadi 70 persen untuk
Provinsi Papua dan 30 persen untuk Provinsi Papua Barat. Dana otonomi khusus
ini dialokasikan kepada Provinsi Papua dan Papua Barat masing-masing hanya
dalam jangka waktu 20 tahun. Pengalokasian dana otonomi khusus Provinsi Papua
dimulai pada tahun 2002, sedangkan pengalokasian dana otonomi khusus Provinsi
papua Barat dimulai pada tahun 2009.Jadi kedua daerah provinsi tersebut harus
bisa memanfaatkan dana otonomi khusus semaksimal mungkin selama jangka waktu
yang pengalokasiannya. Harus menghasilkan perubahan signifikan ke arah yang
lebih baik. Berikut sedikit gambaran penjelasan tentang dana otonomi khusus.
Hambatan Pelaksanaan Otonomi Khusus
Faktanya
dana otonomi khusus belum dapat dikelola dengan baik. Hal tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor, baik dari internal pemerintahan daerah Papua dan Papua
Barat itu sendiri, maupun dari eksternal yaitu pemerintah pusat dan lainnya.
Berikut beberapa kendala dala pengelolaan dana otonomi khusus dari aspek
kebijakan dan peraturan:
- Belum didukung oleh Perangkat Peraturan Yang Memadai & Lembaga Lain diamanahkan UU; Perdasus mengenai pembagian dana alokasi khusus pemerintah provinsi dan kabupaten/kota belum ditetapkan; Evaluasi secara komprehensif terhadap UU No. 21/2001 belum pernah dilaksanakan.
- Belum ditetapkan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Secara Berkesinambungan.
- Keterlambatan dalam Evaluasi secara Komprehensif
Selain
adanya hambatan dari aspek kebijakan dan peraturan di atas, pengelolaan dana
otonomi khusus juga terkendala oleh keseriusan pemerintah pusat yang terkesan
“setengah hati” dalam implementasi kebijakan otonomi khusus, seperti bukti
berikut:
- Tak lama setelah kebijakan otsus Papua disetujui pemerintahan Abdurrahman Wahid dan DPR melalui UU No. 21 Tahun 2001, pemerintah berikutnya di bawah Megawati Soekarnoputeri justru mengeluarkan instruksi percepatan pemekaran Papua (Inpres No. 1 Tahun 2003), yang akhirnya menjadi Papua dan Papua Barat. Padahal sebelumnya, DPRD Irian Jaya pada pertengahan Oktober 1999 telah menolak pemekaran provinsi tersebut menjadi tiga seperti diinginkan pemerintah dan DPR melalui UU No. 45 Tahun 1999;
- Penundaan dan tarik-ulur pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) akibat kuatnya intervensi pemerintah pusat, termasuk pembatasan wewenang MRP yang besar, padahal sudah diatur dalam UU No. 21 Tahun 2001, serta pemberlakuan“litsus” bagi tokoh-tokoh yang tidak disukai pemerintah. Peraturan Pemerintah tentang pembentukan MRP baru diterbitkan pemerintah pada akhir 2004. Terakhir, pemerintah bahkan membentuk dua lembaga MRP, masing-masing di Papua, dan Papua Barat atau Irian Jaya Barat;
Kepemimpinan
lokal yang kurang terkonsolidasi di Papua dan Papua Barat juga menjadi faktor
penghambat yaitu dari aspek internal pemerintah daerahnya sendiri. Berbeda
dengan kepemimpinan lokas di Nanggroe Aceh Darussalam yang cenderung lebih
terkonsolidasi. Berikut ini tabel yang menunjukkan trend alokasi dana otonomi
khusus setiap tahunnya.
Tahun |
Papua |
Papua Barat |
Aceh |
2007 |
3.295,7 |
- |
- |
2008 |
3.590,1 |
- |
3.590,1 |
2009 |
2.609,8 |
1.118,5 |
3.728,3 |
2010 |
2.694,9 |
1.154,9 |
3.849,8 |
2011 |
3.157,5 |
1.353,2 |
4.510,7 |
2012 |
3.833,4 |
1.642,9 |
5.476,3 |
2013 |
4.356,0 |
1.866,8 |
6.222,8 |
2014 |
4.777,1 |
2.047,4 |
6.824,4 |
2015 |
4.940,4 |
2.117,3 |
7.057,8 |
2016 |
5.395,1 |
2.312,2 |
7.707,2 |
Realisasi Dana Otonomi Khusus untuk Pendidikan
Menurut aturan Perda Provinsi bahwa alokasi
anggaran untuk pendidikan sebesar 30%, namun berdasarkan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) BPK RI (lampiran-Hapsem I Tahun 2011), realisasinya alokasi
dana Otsus untuk bidang Pendidikan tersebut, baik di Papua maupun Papua Barat
masih jauh dibawah ketentuan Perda, seperti dalam tabel dibawah ini:
Realisasi Dana Otonomi Khusus untuk Infrastruktur
Meskipun belum ada aturan mengenai alokasi dana
otsus untuk bidang infrastruktur dan Ekonomi bagi Provinsi Papua dan Papua
Barat, namun alokasi anggaran untuk bidang tersebut mendapat porsi terbesar
dibanding alokasi anggaran untuk bidang pendidikan & kesehatan, yaitu
pengalokasiannya rata-rata diatas 50%, seperti dalam table dibawah ini:
Hasil dan Pembahasan
Realisasi
dana otonomi khusus untuk pendidikan yang rendah membawa dampak atas kinerja
pelayanan pendidikan. Berdasarkan data dari BPS-RI tahun 2003-2010, terhadap
tren pendidikan Provinsi Papua diketahui bahwa laju pertumbuhan Angka
Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar (SD) mengalami penurunan, meskipun untuk
SMP mengalami kenaikan dari 30,11 persen ke 36,06 persen dan SMA mengalami
kenaikan dari 47,81 persen ke 49,62 persen selama 8 tahun tersebut. Sedangkan
untuk Papua Barat, laju pertumbuhan APM SMA selama program Otonomi Khusus
sampai tahun 2010 meningkat cukup tajam dari angka 35,31 persen ke 44,75 persen,
untuk APM SMP relatif tetap di angka 50 persen, dan untuk APM SD relatif tetap
di angka 90 persen.
Realisasi
dana otonomi khusus untuk kesehatan yang rendah berdampak pada indicator
kesehatan Papua dan Papua Barat, misalnya penurunan fasilitas kesehatan. Sebagai gambaran tahun 2012
Provinsi Papua masih membutuhkan 2.524 tenaga bidan, 427 perawat, 241 ahli
kesehatan lingkungan, 280 ahli farmasi dan itu belum termasuk dokter. Saat ini
angka kematian ibu melahirkan juga cukup besar 362 per 100,000 kelahiran hidup
(tergolong tertinggi di Indonesia).
Dari tabel realisasi dana otonomi khusus untuk
infrastruktur dapat dilihat bahwa alokasi anggaran untuk infrastruktur sangat
besar tetapi dalam kenyataannya kondisi infrastruktur tidak mengalami
peningkatan, yang terjadi justru sebaliknya, seperti misalnya baik kuantitas
maupun kualitas jalan jauh lebih buruk dibanding sebelum diberlakukannya otsus.
Kesimpulan
Otonomi Khusus cukup lama dijalankan (tahun 2002
untuk Papua dan 2009 untuk Papua Barat. Dana yang dialokasikan juga sudah cukup
besar dan mengalami tren peningkatan setiap tahun seiring peningkatan DAU
Nasional. Namun demikian dana otonomi khusus yang relatif besar belum
memberikan dampak signifikan untuk mencapai tujuan otonomi khusus. Ada beberapa
penyebab yang dapat ditemukan dalam pelaksanaan otonomi khusus:
- Kelemahan dukungan aturan perundangan terjadi hingga saat ini. Masih banyak aturan yang seharusnya ada tetapi belum ada meskipun otonomi khusus sudah dimulai sejak tahun 2002, misalnya belum adanya Rencan Induk Percepatan Pembangunan secara berkesinambungan;
- Belum ada aturan yang mengatur sanksi bila tidak dijalankan;
- Daerah penerima belum memahami dengan baik tujuan dan otonomi khusus, sehingga tidak ada program-program khusus sebagai implementasi otonomi khusus;
- Efektivitas dana otonomi khusus rendah karena tidak ada perencanaan jangka menengah, sehingga berpotensi diselewengkan;
- SDM yang belum memadai untuk mengelola dana otonomi khusus, sehingga cenderung tidak efisien dan ekonomis.
- Pemerintah Pusat yang masih “setengah hati” dalam menjalankan pelaksanaan otonomi khusus.
Daftar Pustaka
Palito, Dowa. 2011. Otonomi Khusus Sebagai Kebijakan Pemerintah. http://www.boyyendratamin.com/. Diunduh 3, 2, 2016._ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _. 2010. Kajian atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua, Papua Barat, dan Aceh. Jakarta.
Related Post:
The more that you learn,the more places you'll go.
-Dr. Seuss-
No comments:
Post a Comment
1. Mohon cantumkan sumber jika mengutip artikel
2. Share jika bermanfaat
3. Kritik, saran, dan pertanyaan Saudara sangat saya harapkan