Pada tahun 2015, jumlah penerimaan pajak
Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) non karyawan hanya Rp5 triliun. Jumlah
penerimaan pajak WPOP non karyawan jauh lebih kecil dari WPOP karyawan yang
mencapai Rp95 triliun. WPOP non karyawan contohnya adalah pengusaha. Logikanya,
uangnya pengusaha pasti lebih banyak dari para karyawan, tapi kok jumlahnya
lebih kecil (Gunadi, 2016). Ternyata, keadaan ini disebabkan banyaknya wajib
pajak yang tidak patuh, seperti pengusaha atau pemilik dana yang menyimpan
uangnya di bank luar negeri dan akibatnya penerimaan negara melalui pajak
menjadi tidak optimal. Keadaan ini terjadi sudah sejak lama di Indonesia dan
juga beberapa negara lain. Oleh karena itu, pada tahun 1964 dan 1984 di
Indonesia dicetuskan suatu kebijakan bernama ‘Tax Amnesty’ atau bisa disebut
pengampunan pajak. Tax
amnesty adalah kebijakan pengampunan atas
pokok pajak yaitu keringanan dengan penerapan tarif yang jauh
lebih rendah dari
tarif yang berlaku umum atas
utang pajak atau
pokok pajak yang kurang atau
belum dibayar. Dalam
upaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak serta terus meningkatkan
tax ratio sebesar 16 persen melalui intensifikasi dan ekstensifikasi
perpajakan, salah satu diantaranya adalah upaya alternatif implementasi
pengampunan pajak (Ragimun, 2012). Kebijakan ini diharap dapat menambah subjek
pajak maupun objek pajak. Subjek pajak dapat berupa kembalinya dana-dana yang
berada di luar negeri, sedangkan dari sisi objek pajak berupa penambahan jumlah
wajib pajak. Namun, kebijakan ini sulit diterapkan dan terbukti pada tahun 1964
dan 1984 kebijakan tax amnesty bisa dikatakan mengalami kegagalan.
Hal tersebut
disebabkan oleh tiga hal. Pertama, sistem administrasi perpajakan yang belum
memadai. Kedua, Kurangnya respon dari wajib pajak. Ketiga, adanya upaya dari
Negara lain yang merasa akan dirugikan untuk menghalangi implementasi tax
amnesty. Ketiga alasan tersebut menyebabkan sulit untuk mengimplementasikan tax
amnesty dengan optimal.
Pertama,
sistem administrasi perpajakan yang belum memadai. Hal pertama yang dibutuhkan
dalam pengelolaan perpajakan adalah data yang akurat. Sistem administrasi yang
baik harus memiliki data yang lengkap, terbaru, dan tidak tumpang tindih.
Sayangnya kita belum memiliki sistem administrasi seperti yang diharapkan.
Sehingga banyak wajib pajak yang tidak terekam aliran dana atau transaksi yang
dimiliki. Dari hal tersebut menyebabkan banyak wajib pajak tidak patuh dengan
bebas melakukan kegiatan ekonomi, tetapi tidak melaksanakan kewajiban
perpajakannya.
Kedua,
Kurangnya respon dari wajib pajak terhadap kebijakan ini. Banyak wajib pajak
yang belum bisa mempercayai fiskus atau aparat pajak Selain itu, para wajib
pajak juga takut jikalau data dan informasi transaksi atau aliran dana mereka
dibocorkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Penyebab lainnya adalah upaya sosialisasi
dan persuasif dari pemerintah yang masih kurang untuk membuat wajib pajak
tertarik dengan kemudahan tersebut.
Adapun
alasan lain adalah adanya upaya-upaya dari negara lain yang menjadi tempat parkir
uang para wajib pajak untuk menghalangi terlaksananya tax amnesty di Indonesia.
Negara-negara tersebut merasa akan dirugikan jika tax amnesty dilaksanakan di
Indonesia. Jika uang wajib pajak dapat ditarik dari luar negeri ke dalam negeri
maka bank di negara-negara tersebut akan mengalami kerugian karena kehilangan
dana dalam jumlah besar. Oleh karena itu, akan ada upaya untuk mengintervensi
proses perencanaan pelaksanaan tax amnesty agar terhambat pelaksanaannya.
Tax
amnesty memang sangat efektif untuk menaikkan jumlah penerimaan pajak dalam waktu
singkat. Tax amnesty juga terlihat sederhana jika dilaksanakan. Namun ternyata
ada hal-hal yang harus menjadi perhatian khusus yang akan menjadi dampak dari
penerapan tax amnesty. Dari aspek keadilan, wajib pajak yang patuh akan merasa
dirugikan karena selama ini mereka membayar pajak dengan taat, tetapi tidak
mendapatkan keuntungan apapun dari kepatuhan tersebut. Hal ini bisa menyebabkan
wajib pajak yang patuh akan merasa lebih baik tidak membayar pajak karena pada
akhirnya akan mendapatkan pengampunan. Sedangkan wajib pajak yang tidak patuh
akan termotivasi untuk tetap tidak patuh karena pada akhirnya juga akan
mendapatkan pengampunan. Di sini pemerintah harus bisa memberikan ketegasan,
misalnya menetapkan bahwa tidak akan ada lagi tax amnesty di masa yang akan
datang dan membuat kebijakan terhadap wajib pajak yang patuh agar tidak merasa
kehilangan keadilan. Pemerintah juga harus memberikan perhatian khusus pada
kegiatan ekonomi bawah tanah karena selama ini penghindaran pajak banyak
terjadi akibat hal tersebut. Namun, defisit APBN yang semakin membesar
membutuhkan tindakan cepat dan tepat untuk mengatasinya. Tax amnesty adalah
salah satu caranya, tetapi harus dengan persiapan yang matang dan tepat.
If you dare to dream,
you can create yourself,
again and again
-Debasish Mridha-
Related Post:
No comments:
Post a Comment
1. Mohon cantumkan sumber jika mengutip artikel
2. Share jika bermanfaat
3. Kritik, saran, dan pertanyaan Saudara sangat saya harapkan